shadow

Siratan Mercusuar Willems Toren 1875 Tidak Boleh Terulang


رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحد نبيا ورسولا

Siratan Mercusuar Willems Toren 1875 Tidak Boleh Terulang

Provinsi paling barat Indonesia tercatat dalam ilmu geografi adalah provinsi Aceh, dan paling ujung lebih spesifiknya mendekati Samudra Hindia adalah Kabupaten tercinta Aceh Besar, Kecamatan Pulo Aceh. 

Pada ujung pulau sumatra ini memiliki jejak peradaban yang usianya berabad-abad maka tidak keliru jika dianggap sebagai tempat mulanya penyebaran Islam di Tanah Air bahkan di Asia Tenggara, meskipun ada kontroversi yang tiada habisnya.

Kesultanan Aceh saat itu pada abad ke 17 adalah sebagai negara terkaya, kuat dan makmur di area Selat Malaka. Sehingga sejarah Aceh mencatat kebebasan berpolitik dan adanya penolakan serta perlawanan keras terhadap kendali penjajah asing, salah satunya sejarah perang Aceh melawan Belanda. Kemudian bukan hal tabu jika Aceh  sebagai daerah yang memberikan perlawan sengit kepada penjajah.

Namun yang demikian itu adalah romantisme sejarah kadang kala membuat kita tersenyum dan berbangga saat membacanya atau berefleksi dan sekejap berubah menjadi kecemasan serta kekhawatiran karena terbesit romantisme sejarah yang keji itu umpama kembali terulang terhadap bangsa ini.

Peninggalan menjadi bukti sejarah yang autentik hingga kini masih ada di Aceh, khusunya di Aceh Besar. Pada jumat tanggal 04 Oktober 2019 kami Tim Monitoring Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Besar bertolak ke Pulo Aceh, tepatnya gampong meulingge, kecamatan pulo aceh. Pada sabtu tanggal 05 Oktober 2019 Tim Disdikbud aceh besar hendak melihat salah satu situs budaya yaitu Mercusuar Willems Toren, bangunan 1875 silam berasitektur kuno dengan ketinggian 85 Meter konon dikatakan bekas peninggal Belanda.

Dibalik keindahan alam Pulo Aceh yang bisa dinikmati dari atas ketinggai 85 Meter, kami melihat banyaknya pula misteri sejarah dibalik bangunan tersebut yang masih kokoh berdiri hingga sekarang, daerah identik dengan tarian Likok Pulo itu rupanya memendam sejarah kelam hingga luka sangat pedih akan situasi penjajahan saat itu.

Siapa yang menyangkal bahwa mercusuar yang dibangun tahun 1875 itu berdiri kokoh atas kerja paksa rakyat aceh saat itu, perbudakan, dan mungkin diwarnai dengan paciklik yang kerap dipraktikkan oleh kolonialisme hingga bangunan itu menjadi situs budaya Aceh Besar sekrang. Ada yang bercerita bahwa kawasan mercusuar adalah tempat penyiksaan oleh penjajah, dan tidak kurang mereka bercerita dibalik megahnya mercusuar adalah lokasi eksekusi rakyat aceh sebelum menjadi eksodus bagi mereka yang tidak tunduk terhadap asas dan ideologi kolonial.

Penggalan kelam sejarah ini, mengingatkan penulis akan tiga hal :

  1. Romantisme sejarah tidak membuat satu bangsa maju, tapi demikian bangsa yang hebat ialah bangsa yang mengetahui sejarah bangsanya.
  2. Sejarah mungkin akan terulang dan bangsa ini akan kembali dijajah oleh kolonial atau siapa saja jika kita masih terbelenggu dengan romantisme sejarah yang manis, dengan tidak sadar bangsa aceh lupa untuk bangkit, berbuat, belajar, dan belajar dari masa lalu, kesalahan-kesalahan masa lalu yang membuat kita terjajah.

Bukan mengumbar hasut atau deskriminasi apalagi rasis, tapi penulis menganggap ini sebagai nasihat dan pengingat bahwa tanah air (Aceh Besar) pernah dihuni oleh hantu-hantu penjajah dengan segala cara mereka lakukan untuk menundukkan bumi Tjut Nyak Dhien.

  1. Sejarah yang manis idealnya kita ulang dimasa sekarang dan sejarah buruk dan kelam tidak elok untuk dibuang, namun dikenang agar tidak terulang kembali dengan memfilter mindset dengan belajar, berfikir dan bertindak, serta sinergitas dalam bahu membahu kepada sebuah kebaikan.
  2. Kepada generasi bangsa ini (Aceh Besar), kajilah, telaah dan renungkan setiap peninggalan bekas penjajahan portugis, belanda, jepang atau sekutunya di tanah ini, karena didalamnya ada rentetan misteri yang linglung dan pasti belum terkuak untuk diketahui.
  3. Jadikan semuanya itu pelajaran yang pahit namun motivasi untuk tidak terulang kembali dimasamu kelak.

Pulo Aceh, Sabtu 05/10/2019
Siratan Mercusuar Willems Toren 1875 Tidak Boleh Terulang

Fata Muhammad, S.Pd.I.,MM
Sekdis Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Besar

Related